Kembangkan Destinasi Wisata, Lahan Kodam IV Diponegoro di Relokasi RSK Manfaatkan Lokasi di Perkebunan Teh Kemuning Karanganyar
KARANGANYAR - Meski perubahan jaman terus menggerus, perkebunan teh yang berlokasi di lereng Barat gunung Lawu Kabupaten Karanganyar, ini berusaha bertahan. Di tengah makin menurunnya kualitas dan kuantitas produksi teh di Indonesia, Kebun Teh Kemuning temasuk salah satu asset yang masih dipertahankan keberadaannya.
Beberapa hasil lidik, konfirmasi, dan monitoring dilapangan seputar Kebun Teh Kemuning Ngargoyoso Kemuning. Menilik berdasarkan tata ruangnya, kawasan perkebunan teh Kemuning ditetapkan sebagai lokasi agrowisata, dalam arti kawasan wisata berbasis perkebunan pertanian teh, jadi kawasan itu perlu dijaga kelestariannya. Kemudia terdapat 5 desa yang menjadi pemangku kebun teh itu Desa Jenawi, Desa Segoro Gunung, Desa Gumeng, Desa Ngargoyoso dan Desa Kemuning.
5 desa tersebut diberikan corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dalam pengelolaan kebun teh yang kesemuanya harus berbasis agrowisata. Kemudian PT RSK diberi mandat negara sebagai pemegang HGU perkebunan teh tersebut.
Masih banyak orang awam yang bertanya-tanya, siapa pemilik perkebunan teh sebenarnya? Menilik sejarah yang ada tercatat pada masa pemerintahan Hindia Belanda dahulu, yakni terdapat peraturan mengenai penyewaan tanah oleh pihak asing. Namun, kerusuhan politik muncul sebelum musim tanam ini berakhir. Hal ini memaksa para pengusaha Belanda meninggalkan perkebunan tehnya.
Pada awalnya, perkebunan Kemuning berada di bawah kekuasaan Pura Mangkunegaran. Pada masa Mangkunegoro IV memerintah, daerah Kemuning telah dikelola sebagai daerah perkebunan kopi.
Advertisement
Pada jaman pendudukan Jepang kondisi kebun dan pabrik dalam keadaan rusak karena aksi bumi hangus Belanda. Sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 1945 – 1950 perkebunan dikuasai Pemerintah Daerah dalam naungan Keraton Surakarta. Pada tahun 1945-1948 kebun teh Kemuning yang berada di Kecamatan Ngargoyoso dimiliki kembali dan dikelola Mangkunegaran dibawah pimpinan Ir. Sarsito.
Catatan ini mengkonfirmasi apa yang dikemukakan Takashi Shiraishi dalam An Age in Motion: Popular Radicalism in Java 1912-1926 bahwa, wilayah eks-Karesidenan Surakarta pada awal abad ke-19 merupakan pusat pertumbuhan industri sekaligus sebagai pusat perdagangan kaum boemipoetera. Surakarta dikenal sebagai wilayah vorstenlanden (perkebunan agroindustri), yang memiliki dua pusat kekuasaan, yakni Istana Mangkunegaran dan Kasunanan yang menjadi mitra. Pada tahun 1948 hingga 1950, perkebunan teh berada di bawah kendali Pemerintah Militer Republik Indonesia untuk membiayai perjuangan.
Selain itu, Perkebunan Teh Kemuning dikelola oleh Koperasi Perkebunan Kemuning (KPPK) yang lama kelamaan diakuisisi oleh Kodam IV/Diponegoro. Setelah adanya Yayasan Rumpun Diponegoro, Perkebunan Teh Kemuning dikelola oleh PT Rumbon Sari Kemuning.
Kabar terbaru, saat ini berbagai perencanaan pemanfaatan kawasan kebun teh Kemuning, Ngargoyoso disiapkan Yayasan Rumpun Diponegoro di lahan seluas hektaran tersebut. Lahan milik Kodam IV Diponegoro itu dikelola agar lebih baik melalui tahap demi tahap.