Abaikan bukti rekaman CCTV, putusan hakim bebaskan Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan dinilai penuh kejanggalan
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyoroti keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur (31), anak mantan anggota DPR dari fraksi PKB Edward Tannur dalam kasus penganiayaan hingga tewasnya pacarnya, Dini Sera Afrianti (29). Keputusan ini dinilai janggal dan tidak mendasar oleh Kejaksaan Agung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa putusan hakim dianggap tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan dan hanya didasarkan pada pemikiran pribadi hakim.
"Putusan ini sangat penuh kejanggalan dan tidak berdasar. Hakim tidak menerapkan hukum sesuai ketentuan dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tidak dipertimbangkan. Majelis hakim justru mengambil pertimbangan berdasarkan pemikiran mereka sendiri," kata Harli saat ditemui di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2024).
Harli juga menyesalkan bahwa hakim tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, seperti rekaman CCTV yang menunjukkan kendaraan terdakwa melindas korban serta hasil visum yang menyatakan korban tewas akibat luka.
"Kami menilai bukti-bukti ini seharusnya dipertimbangkan dalam keputusan, dan dengan fakta-fakta tersebut, seharusnya tidak ada putusan bebas untuk terdakwa," tambahnya.
Advertisement
Harli menanggapi pertimbangan hukum mengenai tindakan Ronald yang memberikan bantuan pernapasan kepada korban. Ia menilai hal tersebut seharusnya tidak dijadikan alasan untuk membebaskan terdakwa, mengingat niat jahat Ronald terhadap korban sudah terbukti.
"Ini adalah faktor yang meringankan, bukan pemenuhan unsur. Tindakan membantu korban seharusnya tidak menjadi alasan pembebasan," ujarnya.
Menanggapi kejanggalan dalam putusan tersebut, Kejaksaan Agung berencana untuk mengajukan kasasi.
Kami akan segera mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Saat ini, kami sedang mempersiapkan administrasi termasuk salinan putusan dari pengadilan. Kami memerlukan waktu 14 hari setelah putusan untuk melakukan kajian," jelas Harli.