Tantangan terbesar Presiden RI mendatang: Meneruskan program hilirisasi Presiden Jokowi
Oleh: KP Norman Hadinegoro, SE, Ketua Umum Pernusa (Perjuangan Rakyat Nusantara, Relawanan Tegak Lurus) dan Koordinator Ahoker
Salah satu program Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang strategis dan mampu 'mengguncang' dunia adalah program Hilirisasi hasil-hasil tambang.
Hilirisasi diimplementasikan dalam bentuk larangan ekspor bahan tambang mentah terutama nikel, bauksit, timah hingga aluminia. Ekspor hasil tambang harus berupa barang jadi atau setengah jadi.
Hilirisasi disebut strategis karena akan mampu nilai tambah terhadap komoditas tambang Indonesia, di mana sebelumnya kerap mengekspor bahan mentah namun mengimpornya kembali berujud barang jadi atau setengah jadi.
Sebelum dilakukakan hilirisasi, Indonesia sebagai negara penghasil tambang tentu dirugikan ketika harus mengimpor kembali komoditas yang bahan mentahnya melimpah di dalam negeri.
Advertisement
Disebut 'mengguncang dunia', karena program hilirisasi dianggap merusak pasokan bahan tambang terkait di pasar dunia dan merugikan negara-negara yang menikmati keuntungan dari pengolahan bahan mentah dan dijual kembali ke pasar dunia. Dan Indonesia harus menghadapi gugatan Uni Eropa melalui World Trade Organization (WTO).
Namun Presiden Jokowi tidak pernah gentar dengan berbagai gugatan tersebut, karena untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia, hilirisasi harus tetap dijalankan.
Dengan hilirisasi, artinya pengolahan turunan semua hasil tambang dilakukan di dalam negeri. Akan ada banyak pabrik didirikan di Indonesia. Akan banyak lapangan kerja tersedia. Hasil pajak berlipat. Demikian juga harga jual akan berpuluh puluh kali lipat.
Jokowi memberi contoh dari hilirisasi Nikel. Semula pendapatan Indonesia hanya 15 Trilliun menjadi 360 Trilliun.