Legalisasi “Law As a Tool of Crime” di Penangkapan Wilson Lalengke
(foto: Wilson Lalengke bersama Waketum Lembaga Aliansi Indonesia/Pemred Media AI Muhammad Syafei)
Penulis : Heintje G. Mandagi (Ketua Dewan Pers Indonesia dan Ketum DPP SPRI)
Jakarta - Judul di atas mungkin terkesan ekstrim. Tapi fakta yang terjadi sulit bagi penulis untuk tidak mengatakan bahwa dalam kasus penangkapan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) telah terjadi legalisasi “law as a tool of crime” atau perbuatan menjadikan hukum sebagai alat kejahatan.
Baca juga: HPN 2022, Menteri Agama: Pers Perkuat Moderasi Beragama di Indonesia
Polres Lampung Timur Polda Lampung boleh saja beralasan menjalankan tugas sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Laporan masyarakat memang wajib dilayani dan diproses sesuai ketentuan yang diatur.
Namun dalam kasus penangkapan Ketum DPN PPWI Wilson Lalengke atas laporan Polisi terkait pengrusakan karangan bunga pemberian warga yang sudah menjadi milik Polres Lampung Timur Polda Lampung diproses secara ‘membabi-buta’. Tak ada surat pemanggilan kepada terduga pelaku dan surat penetapan sebagai tersangka tiba-tiba Wilson Lalengke langsung ditangkap bak teroris saat hendak memperjuangkan keadilan terhadap wartawan di Mako Polda Lampung.
Wilson Lalengke kemudian diborgol dan diseret ke Mapolres Lampung Timur dan diperlakukan oleh oknum petugas Polisi seperti penjahat kelas berat.
Sebagai rekan seprofesi, penulis miris dan sedih melihat perlakuan aparat negara yang digaji dari keringat rakyat dan memperlakukan tokoh pers dan alumni PPRA 48 Lemhanas RI tahun 2012 ini seperti penjahat dalam kasus sepele.
Baca juga: HPN 2022, Presiden Jokowi Dukung `Publisher Right` Segera Diterbitkan Untuk Kedaulatan Informasi
Kapolres Lampung Timur AKBP Zacky Alkazar Nasution sesungguhnya bukan anggota Polisi yang masih berpangkat rendahan. Seharusnya paham bahwa pemberi karangan bunga ucapan selamat dalam bentuk apapun secara hukum sudah melepas hak kepemilikan atas barang yang diberikan kepada penerima. Itu sudah menjadi hukum positif yang berlaku di seluruh dunia. Jadi karangan bunga itu adalah milik Polres Lampung Timur bukan lagi milik si pemberi.
Bahwa terjadi insiden penurunan papan karangan bunga milik Polres Lampung Timur di halaman Mapolres oleh Wilson Lalengke lebih disebabkan reaksi berlebihan yang diakibatkan isi dari ucapan selamat itu berisi pelecehan terhadap wartawan dan seakan ingin membenturkan watawan dengan institusi Polres Lampung Timur dalam penanganan perkara pemimpin redaksi ResolusiTV.com Muhammad Indra.