Larangan nobar Piala Asia U23 telat, sehingga bikin gaduh

Larangan nonton bareng (nobar) even olaharaga khususnya sepakbola bukanlah hal baru. Sejak gelaran Piala Dunia (2006) larangan oleh pemegang hak siar itu sudah dilakukan, hingga PD 2022 lalu.

Larangan itu sebenarnya normatif saja, karena stasiun tv pemegang hak siar harus membayar sejumlah uang yang tidak sedikit kepada penyelenggara untuk mendapatkan hak siar itu. Lalu ada pihak-pihak lain yang mengambil keuntungan melalui penyelenggaraan nobar yang dikomersilkan.

Larangan nobar juga tidak sepenuhnya. Nobar masih diperbolehkan dengan sejumlah ketentuan, umumnya ketentuan untuk memperoleh izin dari pemegang hak siar.

Begitupun dengan larangan nobar Piala Asia U23 oleh MNC selaku pemegang hak siar di wilayah Indonesia. Larangan itu masih ada pengecualian soal izin itu, pun masih ditambah dengan kelonggaran selama tidak dikomersilkan seperti memungut biaya masuk atau menggandeng sponsor.

Jadi sebenarnya tidak ada yang salah dengan larangan nobar itu. Lalu kenapa bikin gaduh?

Advertisement

Jawabannya ya masalah 'timing'. Larangan itu telat, diumumkan saat masyarakat dilanda euforia keberhasilan Timnas U23 lolos ke semifinal Piala Asia U23 untuk kali pertama, dan selangkah lagi bisa lolos ke Olimpiade Paris.

Wajar jika larangan nobar itu menimbulkam sentimen negatif dan membuat gaduh.

Lain halnya jika larang nobar yang sebenarnya normatif itu disosialisasikan sejak sebelum penyelenggaraan even tersebut. Masyarakat pasti lebih mudah menerima dan memahami.

Namun nasi telah menjadi bubur. Larangan yang telat, yang salah timing itu telanjur menimbulkan sentimen negatif dan kegaduhan.