Ketua Umum LAI Geram Dengan Maraknya Kriminalisasi Kades

 
Kamis, 06 Ags 2020  19:38

Tentang Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (ADD) telah ada seperangkat peraturan-perundang-undangan yang mengatur. Di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau yang lebih populer dengan sebutan UU Desa, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, PP Nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, PP Nomor 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014, Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa hingga Surat Edaran (SE) Mendagri No. 70/1281 tahun 2016. Bahkan terkait pandemi covid-19 dengan adanya UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) beserta paraturan-peraturan teknis turunannya.

Jika dicermati dengan seksama peraturan-peraturan terkait desa, DD dan ADD semangat yang ditemukan adalah pembinaan dalam penggunaan DD dan ADD. Pengawasan dan pemeriksaan dalam penggunaan DD dan ADD pun lebih menitikberatkan pada pembinaan oleh Pemerintah Daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan inspektorat sebagai pelaksananya.

Advertisement

Namun sangat disayangkan jika kemudian marak terjadi kriminalisasi terhadap kepala desa (kades) terkait DD dan ADD.

"Pada garis besarnya ada tiga tipe atau kelompok kepala desa. Pertama kepala desa yang bagus kinerjanya dan sistem administrasinya juga bagus. Kedua kepala desa yang bagus kinerjanya namun -karena kurangnya pengetahuan baik kepala desanya sendiri maupun perangkat desa lainnya- administrasinya buruk. Ketiga kepala desa yang memang nakal dan korup," kata Ketua Umum Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) H. Djoni Lubis usai menerima pengaduan dugaan kriminalisasi seorang kades di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Baca juga: Aliansi Indonesia Minta Pemerintah Fokus Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi

Tipe yang pertama, menurut H. Djoni Lubis, itu masih sangat jarang.

"Yang banyak itu tipe yang kedua. Yang ketiga mungkin juga cukup banyak, tapi kami mau fokus tentang tipe kepala desa yang kedua," imbuhnya.

Baca juga: Meneguhkan Kembali Komitmen dan Kesetiaan Terhadap Pancasila

Menurutnya dalam waktu sebulan ini sudah dua kades yang mengadu ke LAI karena upaya kriminilasi.

"Mirip, pertama laporan dari masyarakat atau LSM ke Kejari, lalu saat pemeriksaan tidak ditemukan kesalahan yang signikfikan, hanya kekeliruan administrasi, tapi lalu dicari-cari kesalahannya, baik di masalah tersebut maupun masalah yang lain," lanjut H. Djoni Lubis.

Pemeriksaan penggunaan DD dan ADD melalui LPJ itu kewenangan inspektorat di Kabupaten. Jika ditemukan kesalahan, inspektorat akan mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi.

Baca juga: H. Djoni Lubis: Kalau Ada Pengurus LAI di Sekitarnya Ada Warga Kelaparan Tidak Mendapat Bansos, Saya Cabut KTA-nya

"Jika inspektorat saja tidak menemukan lalu pihak kejaksaan tiba-tiba menemukan lalu kemudian menetapkan kades yang bersangkutan menjadi tersangka, indikasinya apa kalau bukan kriminalisasi?" kata dia.

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana membedakan kades tipe kedua dan ketiga, H. Djoni Lubis menegaskan dengan melihat hasil kerjanya.

"Kalau misalnya RAB-nya sekian, lalu wujud fisiknya ada dan pantas, berarti kinerjanya bagus. Tapi jika RAB-nya misalnya 400 juta, lalu fisiknya dinilai hanya 100 juta, nah ini indikasinya kadesnya nakal dan korup. Atau pekerjaan yang mangkrak padahal anggaran sudah terserap habis, atau bahkan ada yang fiktif. Ini yang harus dilaporkan," tegas H. Djoni Lubis.

Baca juga: Terkait PSBB, Aliansi Indonesia Minta Polisi Tidak Gampang Mempidanakan Orang

Tentang kades yang nakal dan korup silakan diproses, dan memang seharusnya diproses. Pengurus-pengurus LAI di berbagai daerah siap membantu untuk itu.

"Namun kalau hanya kekurang pengetahuan kades dan perangkatnya soal tertib admistrasinya, padahal hasil kerjanya nyata. lama-lama kades-kades akan takut melakukan pembangunan. Padahal desa dan kepala desa itu ujung tombak dalam pembangunan, utamanya dalam upaya pemerataan pembangunan," Ketua Umum LAI itu menambahkan.

Menurutnya jika banyak kades yang bagus namun kemudian dijebloskan ke penjara karena kesalahan administari, bisa habis kader-kader terbaik di desa-desa.

Terhadap kades-kades tipe kedua itu, Ketua Umum LAI menekankan pentingnya diutamakan pembinaan ketimbang langkah hukum, sesuai amanat peraturan perundang-undangan terkait desa, DD dan ADD.

Kepada pengurus LAI pun dia berpesan agar memilah-milah tipe-tipe kades.

"Tipe yang nakal dan korup laporkan, tapi yang karena kurang pengetahuan tentang administrasi ya dibina. Bagaimana membinanya? Lakukan pendampingan," lanjut dia.

Kepada aparat penegak hukum baik dari kepolisian maupun kejaksaan, H. Djoni Lubis juga meminta agar melihat permasalahan secara lebih komprehensif (menyeluruh).

"Jangan terkesan aparat penegak hukum hanya mencari-cari kesalahan, apalagi jika ada indikasi `pesanan` di balik itu, bukan hukum jadi tegak, malah pondasi bangsa dan negara bisa hancur," kata H. Djoni Lubis dengan geram.

Dia juga menambahkan, setiap peraturan itu tidak berdiri sendiri. Ada peraturan-peraturan lain, ada juga hirarkinya. Jika dikaji secara komprehensif akan ditemukan semangat dari suatu permasalahan.

"Hukum itu ada untuk menciptakan dan menjaga ketertiban, kenyamanan dan keamanan. Aparat penegak hukum ada dan digaji dengan uang rakyat tugas dan fungsinya untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, bukan sebaliknya," pungkasnya.

Berita Terkait